Rekan Kerja

Bookmark and Share

Saya adalah seorang pria keturunan Cina, 28 tahun. Saya bekerja pada sebuah biro asuransi di Landmark Building, Jakarta. Pengalaman ini dimulai saat penerimaan seorang karyawati baru di kantor kami. Namanya, sebut saja Leni. Leni berperawakan mungil, tinggi sekitar 160 cm, berkulit putih bahkan cenderung pucat (maklum... ia keturunan Jepang-Belanda-Cina), rambut sebahu. Pertama kali bertemu saya langsung menyukai parasnya yang lugu dan terkesan alim.


Yang lebih menggairahkan saya, saat berjabat tangan, sekilas saya melihat lengannya yang putih ditumbuhi rambut-rambut halus. Bahkan, tatkala menyodorkan tangannya pada saya yang sedang duduk di kursi kerja, saya sempat melihat bulu-bulu yang cukup lebat mengintip di pangkal lengannya (baca: ketiak). Terus terang, saya sangat terangsang bila melihat wanita yang berbulu subur.

Hari itu (hari Senin) kebetulan manajer kami tidak datang ke kantor. Hari itu adalah hari ketiga Leni menjadi pegawai di kantor saya. Senin, hari yang paling membosankan. sekitar jam 11 siang saya mulai jenuh. Tidak ada orang lain di kantor. Leni mengikuti training di lantai 12. Iseng-iseng, seperti biasa saya konek ke internet dan langsung menuju ke HP 17Tahun.com. Baru saja 15 menit saya konek, sayup-sayup saya mendengar langkah kaki. Berhubung cerita yang saya baca lagi hot-hotnya, perhatian saya tetap tertuju ke layar notebook.

Mendadak seseorang menjulurkan kepalanya dari atas partisi. Betapa terperanjatnya saya melihat wajah imut Leni. Hari ini dia memakai setelan kemeja silk putih mengkilap dipadukan dengan rok mini berwarna putih. BH-nya terlihat tercetak di kemejanya yang tipis mengkilap tersebut. Ukuran dadanya tidak terlalu besar, tapi sepertinya ia memakai BH yang membuat gunung kembarnya seolah-olah mendesak ke atas.

Masih saya ingat betapa gugupnya saya waktu itu. "Lagi ngapain Bud?" tanyanya, "Gue barusan habis training, jadi hari ini gue nganggur nich. Ada yang bisa gue bantu?" Gile... dia mendekati meja saya. Sudah kepalang basah... apalagi saya yakin dia tidak akan dapat melihat layar monitor saya yang pasif matriks, komputer tidak saya matikan. "Nggak... gue lagi konek ke internet, saya juga lagi ngganggur...", sahut saya sambil berusaha menutupi layar monitor dengan badan saya.

"Apaan nich? Wah lagi baca berita yach?" Leni melongok dan membaca monitor dari samping bahu saya. Sekilas bukit kembarnya menempel ke kepala saya. Kontan, batang kemaluan saya yang barusan lembek karena kaget dengan kedatangan Leni kembali mengeras. Nekat saya menggeser kursi dan menarik kursi di depan meja saya. "Baca saja sendiri, tapi saya nggak tanggung jawab yach!" Perlahan Leni duduk di kursi yang saya sodorkan. Tidak sengaja, pangkal pahanya tersingkap. Putih sekali, bahkan sepertinya saya bisa melihat urat-uratnya yang berwarna merah muda. Hari ini barulah saya bisa melihat dari dekat betisnya yang halus dan mungil ditumbuhi rambut-rambut halus. Dasar rejeki, sekejap saya juga sempat melihat celana dalamnya. Warnanya biru senada dengan roknya. Karena terlalu singkat, saya tidak sempat melihat bulunya yang menurut perkiraan saya pastilah lebat dan berwarna kemerahan seperti warna rambutnya.

"Idihh bacaannya bacaan ABG..." goda Leni dengan genit setelah membaca sesaat. Gila ternyata ini anak tak sealim tampangnya. "Memangnya cuma ABG yang boleh baca cerita biru?" timpal saya sewot. Jantung saya berdetak kencang, mendadak saya menjadi sangat terangsang. Batang kejantanan saya terasa semakin keras dan buah zakar saya mengencang. Tapi saya tidak berani bertingkah macam-macam.

Leni terus menyimak cerita-cerita yang ada hingga sampai ke cerita "Bercinta Di Kantor". Mendadak keberanian saya timbul.
"Kamu suka ceritanya, Len?" suara saya terdengar bergetar.
"Suka sihh... tapi rada horor juga yach?" katanya parau.
Gile... kami berdua sama-sama grogi rupanya. Melihat ia lebih grogi, keberanian saya bertambah, "Kok horor? Enak mah iya..."
"Tau yach", timpalnya.
"Gue nggak pengalaman sich."
"Masa...", saya semakin berani dan mendekat serta menyentuh ringan pahanya.
"Masa segede ini belum punya pacar?"

"Janji nggak bilang-bilang yach Bud", Leni berbisik meskipun tidak ada orang yang akan menguping. Ia tidak protes dengan tangan saya yang mulai mengelus-ngelus paha halusnya, "Gue punya pacar, tapi kami nggak pernah gituan, paling-paling ciuman."
"Jadi kamu belum pernah ngerasain keluar donk?" saya semakin berani mengelus-ngelus pahanya dan kelihatannya dia pasrah saja. "Apaan tuch keluar?" tanyanya bingung.

"Mau gue kasih tau?" tangan saya semakin jauh masuk ke roknya dan menyentuh celana dalamnya. Celana dalamnya terbuat dari nilon tipis. Terasa betapa lebat hutan belantara di balik kain tipis tersebut. Mendadak Leni tersadar dan mencoba menepis tangan saya. "Jangan gitu ah..." katanya. "Lu jangan kurang ajar donk." Segera saya menarik tangan saya karena saya sadar ini cewek benar-benar kuper. "Elo sendiri gimana Bud? Maksud gue pengalaman seksual lu?"

Entah kenapa di depan cewek yang satu ini saya bertutur jujur. Saya mengaku kalau sudah pacaran lebih dari 5 tahun. Kami nggak pernah hubungan seksual total. Paling banter oral seks. Namun, hampir dalam setiap hubungan, cewek saya selalu orgasme. "Saya ini perjaka yang pakar memuaskan cewek loch.." gurauku. "Kamu mau coba? Saya jamin kamu akan tetap perawan seperti pacarku"

"Nggak ah..." tolaknya halus sambil berusaha menjauh. Tindakannya ini malah membuat rok mininya tersibak. Celana dalamnya mengintip keluar. Karena belaian saya tadi, celana dalamnya tersingkap dan dari sela-sela pangkal pahanya menyembul bulu-bulu lebat keriting. Oh my God, saya tak tahan lagi. Secepat kilat tangan kiri saya merangkul lehernya dan saya mulai menciumi cuping telinganya.

"Ah Bud... kamu nakal... geli nich..." Leni meronta-ronta halus, tapi saya tidak menangkap gelagatnya ingin melepaskan diri. Saya semakin bernapsu, perlahan-lahan tangan saya membuka 2 kancing baju teratasnya. "Jangan dibuka Bud..." desah Leni. "Malu... inikan di kantor." Ia segera mengancingkan bajunya.

"Begini deh...", saya mulai membujuk dengan nafas yang semakin memburu, "Saya akan mengenalkan kamu dengan dunia baru. Kalau kamu tidak suka, kamu boleh minta berhenti kapan saja. Saya janji nggak akan macam-macam kalau kamu nggak setuju. Juga, saya nggak akan merusak keperawanan kamu. Demi Tuhan Len, saya janji." kata saya dengan suara yang semakin parau. Batang kemaluan saya terasa berdenyut-denyut kencang. Terasa ujung kemaluan saya sudah basah dan cairan hangatnya terasa menempel ke celana dalam saya.

"Hmm", kata Leni kegelian karena saya mengelus-ngelus paha bagian dalamnya. Rupanya ini salah satu "Hot Spot"-nya. Perlahan saya buka kakinya, dan menyibak celana dalam mininya. Celana dalam tersebut memiliki ikatan di samping kanan dan kiri. Gila juga ini cewek, nggak pernah berhubungan seks tapi suka pakai lingerie. Segera saya tarik ikatan celana dalamnya. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan celana tersebut saya masukkan ke dalam laci meja kerja.

Bau khas vagina wanita merebak ke luar. Benar dugaan saya, bulu kemaluan cewek yang satu ini begitu lebat. Bahkan bulu kemaluannya menyebar tumbuh teratur keluar dari celana dalamnya sampai ke pusar. Lebih gilanya lagi, sepertinya Leni tidak pernah memotong atau merapikan bulu kemaluannya. Terbukti, bulunya panjang sekali, lebih dari 7 cm. bulu kemaluan tersebut saya belai lembut sementara bibir saya mulai mencari-cari leher jenjangnya. Satu tangan saya yang lain mulai bergerak mengelus-ngelus paha dalamnya.

Bibir saya bergerak terus ke atas mencari cuping telingannya. Bau parfum pleasure sayup-sayup menerpa hidung, membuat saya semakin terangsang. Lidah saya mulai bermain di sekeliling cuping telinganya, bergerak perlahan menelusuri lubang telinganya. Tak sadar Leni mulai melenguh halus, tapi tidak lama karena ia tersadar dan berusaha mengecilkan suaranya takut terdengar divisi sebelah.

Sembari lidah saya bermain di kupingnya, jari tangan saya mulai bergerak ke arah bibir vaginanya. Saya sempat kaget, bibir itu sudah basah, sangat basah. Perlahan saya membuka bibir surga tersebut. Terasa hangat dan ya Tuhan, clitorisnya ekstra besar. Saya mulai membuat usapan melingkar mengelilingi bibir luar kemaluannya, makin lama semakin kencang. Sekitar 2 menit, tangan saya yang satunya membantu membuka bibir kemaluan tersebut, lalu tangan kanan saya mulai bergerak mengitari pintu saluran kencingnya. Pengalaman saya, banyak wanita yang merasakan sensasi yang luar biasa jika muara uterusnya ini dirangsang, termasuk Leni. Saya tidak menemui banyak kesulitan karena vagina Leni sudah begitu basah.

Sementara tangan kanan saya mengelus-ngelus tipis muara saluran kencingnya, tangan kiri saya gunakan untuk menggosok klitorisnya yang sudah membesar hampir sebesar kacang kedele. Selang 5 menit kemudian, Leni mulai agresif. Ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya mengikuti gerakan jari saya. Meskipun demikian suaranya masih dapat dikontrol. Tak berapa lama, saya merasakan klitorisnya mengeras dan tertarik ke belakang, sementara bibir vaginanya berdenyut-denyut. Segera seluruh badannya bergetar kencang. Leni tetap tidak bersuara, tapi saya tahu ia sedang mendekati orgasme, puncak segala kenikmatan. Gerakan jari saya perkencang dan Leni mulai mencengkeram erat paha saya. Ia menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan kencang seraya mengguncang-guncang kepalanya. Tidak berapa lama, ia terdiam lemas dan perlahan-lahan cengkeramannya mengendur.

Saya membiarkan ia menikmati saat tenangnya. Gerakan jari saya di vaginanya saya hentikan, tangan saya beralih mengelus pahanya dan tangan yang lain meremas-remas pelan payudaranya. Leni membuka matanya, wajahnya kelihatan bersinar. Ia tersenyum dan berkata kalau ia baru menyadari bahwa ia telah melewatkan kesempatan untuk menikmati pengalaman-pengalaman nikmat seperti yang barusan ia alami. Tangannya bergerak meraih tissu di meja saya, ia membersihkan vaginanya sekedarnya. Saya menyerahkan celana dalamnya. Ia mengantonginya, dan beranjak ke toilet.

Sepeninggal Leni, saya baru menyadari kalau tongkat kemaluan saya dan biji zakar saya sudah sangat keras. "Dasar cewek kuper tidak bertanggung jawab", saya mendumel sendiri. Bergegas saya juga ke toilet dan melakukan onani. Sekitar 15 menit saya di toilet. Sewaktu kembali ke meja kantor, Leni sudah duduk rapi di meja saya sambil membaca kembali cerita-cerita 17Tahun™ yang masih tersisa. 'Kemana saja sich?" katanya manyun. "Kamu sich.. ninggalin aku... tabrak lari." tangkisku, "Saya terpaksa swalayan di kamar mandi."
"Sorry Bud, saya nggak tau. Lain kali ajarin saya buat bikin kamu nikmat yach!" Leni tersenyum simpul. "Kamu masih mau begitu lagi?" tanyaku bersemangat. "Of course, asal kamu janji akan tetap menjaga keperawanan saya, OK?" jawab Leni.

Demikianlah, akhirnya "kursus" saya dan Leni berlanjut terus sampai saat ini. Setiap kali Leni dan saya ingin melakukannya, Leni sengaja tidak berangkat setelah rapat pagi. Ia bersembunyi di toilet. Setelah semua orang pergi, ia beranjak ke meja saya. Kali ini tanpa celana dalam dan BH. Kreatifitas kami dipacu. Kami berusaha mencari variasi-variasi baru, seperti memakai alat pijat bergetar yang memakai baterai, oral seks, dan bahkan memakai sosis bekal makan siang kami. Beberapa kali kami makan siang bersama dan check-in di motel. Sampai saat ini, Leni tetap perawan dan kami tetap menjalin hubungan dengan pacar masing-masing. Hubungan kami ibarat praktikum seks dan berbagi kenikmatan yang tidak kami peroleh dari pasangan masing-masing.


TAMAT

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar