Seperti kita ketahui bahwa Jalaludin Rumi atau biasa dipanggil Rumi yang lahir di Afganistan tahun 1207 adalah seorang penyair yang karya-karya puisinya sangat terkenal. Puisi hasil karyanya bernuansa spiritual yang sangat indah. Dalam usahanya untuk mengungkapkan wawasan spiritualnya dia menyalurkan lewat beribu-ribu syair yang disenandungkan secara spontan dan kemudian dicatat oleh para santrinya. Karyanya yang belakangan adalah matsnawi yang dihubungkan dengan Al Qur’an berkenaan dengan arti spiritualnya. Sebetulnya dia tidak menyukai kata-katanya sendiri. Syair yang diucapkannya semata-mata karena orang menuntut adanya kata-kata yang terlontar dari dirinya, maka dia pun menguraikan seluruh wawasan spiritualnya lewat syair-syair itu.
Karya-karyanya dan wawasan spiritualnya sebetulnya banyak dipenagruhi oleh rasa cintanya dan rasa kagumnya kepada seorang saabat spiritualnya yang bernama Syams (matahari) dari Tarbiz. Syam Tarbiz ini dikenal sebagai seoang darwis (anggota sebuah persaudaraan sufi) dengan penampilan yang ekstrim. Ia berpenampilan lusuh, compang-camping seperti layaknya pengemis, dan provokatif, serta liar, tetapi sangat jujur.
Rumi selalu bersama Syam Tarbiz. Di mana Syam berada pasti di situ Rumi berada. Mereka lengket tak terpisahkan. Persahabatan mereka adalah persahabatan yang kental antara dua sukma, dua jiwa, dan dua roh yang tersatukan. Rumi dan Syams Tarbiz melebur dalam persahabatan spiritual mereka. Orang awam melihat hubungan mereka itu tidak wajar seperti sepasang kekasih, bahkan lebih. Karena itulah banyak orang yang tidak menyukai persahabatan mereka karena dianggap sesat.
Rumi benar-benar ‘jatuh cinta’ dengan Syams Tarbiz. Ilmu Syam Tarbiz tentang kerohanian dan spiritualitas memang jauh berada di atas Rumi. Akhirnya Rumi belajar tentang dunia spiritual dari sahabatnya ini. Keduanya berminggu-minggu berada dalam kamar tertutup dan larut di alam ektase rohani dalam dunia sufi yang tak seorang pun bisa masuk di dalamnya, bahkan hanya untuk menyuruh mereka makan.
Perwatakan Syams Tarbiz memang sangat lugas dan cenderung liar. Dia tidak bisa menerima aturan, etika, atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat pada umumnya. Dia membawa kehendaknya sendiri. Hal ini tentu saja membuat jengkel orang-orang di sekitar Rumi. Keluarga, para sahabat, para santri, dan masyarakat yang sangat mencintai dan menaggumi Rumi merasa terganggu dengan kehadiran Syams Tarbiz. Namun, himbauan, nasihat, perintah, bahkan ancaman yang ditujukan kepada Rumi agar melepaskan Syams Tarbiz tak sedikit pun dihiraukan oleh Rumi. Rumi tetap terpikat dan lengket dengan sahabatnya ini.
Hingga akhirnya putra kedua Rumi yang bernama ‘Ala’uddin bersama 7 orang santri memutuskan untuk membereskan Syams Tarbiz dengan cara mereka. Mereka membunuh Syams. Kematian Syam merupakan kiamat bagi Rumi. Namun, dalam perjalanan spiritualnya, Rumi akhirnya bisa menemukan hakekat dari semua yang dialaminya selama ini. Dia akhirnya menemukan inti, makna, arti, hakikat dari hidupnya yang selama ini dia cari dengan penuh kehausan dan juga perlawanan terhadap hal yang ia rasa mengekangnya. Rumi menemukan jati dirinya. Menemukan Allah yang Agung dalam segala hal yang fana.
Setelah kematian sahabatnya, Rumi menjadi lebih bijak, lebih diam, lebih jinak, tak mempedulikan hal keduniawian, lebih mendekatkan pada Sang Khalik, menemukan Sang Khalik dalam berbagai fenomena harian yang remeh temeh. Rumi semakin tenggelam dala dunia sufinya. Setiap saat kata-kata indah dan bijak berlompatan dari mulutnya. Setiap hal yang ia dengar, ia lihat, ia temukan, di sana ia bertemu dengan Sang Pencipta. Rumi menulis dan menulis untuk mengungkapkan getar getar jiwa dan gelombang sukma yang terus membara dan membakar dirinya. Ia terus memuji Allah denagn tarian, nyanyian, dan syair yang selalu muncul dari mulutnya. Ada banyak yang tak ia tuliskan. Namun, para santrinya yang sangat mencintai dan menghormatinya tak ingin kehilangan kebijakan yang terlontar dari imam besar mereka. Para santri ini selalu siap dengan alat tulis untuk mencatatkan kata-kata Sang Darwis.
Akhirnya Sang Darwis, pujangga besar, yang meretas Jalan Cinta, Jalaludin Rumi, Sang Sufi, menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika itu angka tahun menunjuk 1273. Segera sesudah wafatnya, para pengikutnya mendirikan perkumpulan SUFISME MEVLEVI, persaudaraan kaum sufi yang terkenal dengan tarian spiritualnya yang berputar-putar.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar